Hama dan penyakit

Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala produksi udang yang sering ditemukan. Hama biasanya berupa jenis binatang baik di darat maupun di air yang merugikan pada budidaya udang. Sedangkan penyakit pada udang sering diakibatkan oleh hewan-hewan mikroorganisme. Proses adanya penyakit sangat tergantung pada keadaan udang, bakteri petogen dan lingkungan. Sering kali pemberian pakan yang berlebihan menyebabkan lingkungan tambak menjadi buruk sehingga udang sering terkena penyakit (Adiwijaya, 2003).

Menurut Singgih (2003) proses adanya suatu penyakit adalah proses adanya interaksi antara agen penyakit dan kondisi lingkungan. Pada kolam/tambak yang intensif diterapkan padat penebaran yang tinggi dan diikuti dengan pemberian pakan yang banyak dan terus menerus. Banyaknya kultivan budidaya air tentu membutuhkan banyak oksigen, sementara itu banyaknya sisa pakan dan kotoran kultivan budidaya yang harus melalui dekomposisi juga membutuhkan oksigen. Kultivan budidaya yang lemah dan populasi penyakit yang banyak akan menyebabkan kultivan terserang penyakit dengan mudah.

Menurut Ghufran et all. (2007) upaya untuk menghindarkan kultivan budidaya dari serangan penyakit adalah menciptakan kondisi air agar tetap optimum sesuai kebutuhan hidup kultivan budidaya. Selalu menjaga hubungan yang serasi antara ekosistem di lokasi budidaya perairan baik di dalam kolam/ tambak maupun diluar kolam/tambak. Pada budiaya udang di tambak, sisa bahan organik dibuang langsung ke pesisir tanpa diproses terlebih dahulu. Akibatnya terjadi pencemaran di perairan pesisir dan estuarine yang tentunya menyuburkan organisme patogen. Organisme patogen tersebut masuk kembali kedalam tambak bersama air pasang surut.

2.1.1. Hama

Hama merupakan salah satu faktor yang dapat mengganggu dan mengancam kehidupan udang dan ikan. Serangan hama yang sulit dikendalikan dan terus menerus bahkan dapat menghancurkan usaha budidaya tersebut. Untuk itu, hama perlu diantisipasi sedini mungkin agar tingginya mortalitas udang yang disebabkan oleh hama dapat diminimalkan sedini mungkin. Hama adalah semua organisme dalam budidaya (kecuali kultivan) yang dapat memangsa, menyaingi dan mengganggu kultivan selama proses budidaya berlangsung ( Amri et all, 2008)

Menurut Budiman (1988) hama tambak termasuk dalam salah satu kendala produksi udang, karena sangat merugikan petambak. Kerugian-kerugian itu berupa mengakibatkan kerusakan kontruksi tambak, mengurangi efisiensi pakan tambak, sebagai hewan karier penyakit udang. Hama tambak dapat dikelompokan menurut jenis kerugian menjadi tiga jenis, yaitu hama pemangsa, hama pengganggu dan hama pesaing.

Hama pemangsa ikan dan udang meliputi ikan kakap (Lates calcarifer), ikan payus (Elops hawaiasis), ulat air (Cerberus rhnchops), burung pecuk (Phalachrocora javanicus) burung bangau (Leptotilus javanisus).

Hama pengganggu adalah hama yang sering merusak tambak dan kontruksinya, hama ini bisa mengakibatkan turunnya kualitas air. Contoh hama pengganggu adalah kepiting (Syllacia serrata), remis (Teredo navalis)

Hama pesaing (kompetitor) adalah jenis-jenis hama yang ikut hidup di tambak dan menjadi pesaing dalam mendapatkan makanan dengan kultivan budidaya, contohnya ikan mujahir (Tilapia mosambica) ikan belanak (Mugil sp), siput / trisipan (Certhidea chinglata) dan congcong (Telescopium telescopium).

Pencegahan dan penanggulangan hama dapat dilakukan dengan cara tertentu, seperti menggunakan pestisida dan secara fisik yaitu menggunakan saringan air, tergantung pada jenis hama yang menjadi sasarannya. Penggunaan pestisida berbahaya bagi lingkungan namun efektif dan cepat untuk membasmi hama. Sedangkan menggunakan saringan air masih belum efektif walaupun mempunyai sisi baik yaitu tidak merusak lingkungan (Renoemiohardjo et all, 1984)

Untuk menghindari akibat buruk dari pestisida yang dosis tinggi, para pembudidaya dianjurkan menggunakan pestisida organik atau pestisida dari alam. Namun kendala yang terjadi di lapangan adalah minimnya persediaan bahan baku pestisida organik. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan pestisida anorganik, karena pestisida anorganik masih dianggap efektif dalam memberantas hama di tambak. Dengan memberikan aturan atau anjuran supaya menggunakan pestisida secara tepat dosis (Moosa et all, 1988).

Khusus untuk memberantas hama yang berupa ikan-ikan liar dapat menggunakan saponin (tea seed) dengan dosis 10 – 15 ppm (Haliman, 2005). Pemberantasan hama predator dan kompetitor dilakukan sebelum penebaran benih udang / ikan di tambak (Soeseno, 1988). Sehingga pada saat benih tebar sudah tidak terdapat hama lagi di tambak. Selama masa pemeliharaannya dapat dilakukan pemberantasan hama.

2.1.2. Penyakit

Sebab terjadinya munculnya penyakit pada budidaya udang merupakan hasil interaksi yang kompleks antara tiga komponen dalam ekosistem perairan, yaitu inang (udang) yang lemah, patogen yang ganas dan kualitas lingkungan yang buruk (Amri et all, 2008). Ketiga komponen tersebut diilustrasikan dalam bentuk lingkaran yang berinteraksi atau berpotongan antara satu dengan yang lain. Akibat yang ditimbulkan oleh interaksi antar komponen disajikan pada gambar. 2

Inang

Patogen

Lingkungan


Gambar 2 . Interaksi antara komponen inang, patogen dan lingkungan

Penurunan kualitas air tambak diakibatkan oleh faktor eksternal dan faktor internal tambak. Faktor internal dari tambak berasal dari dalam tambak itu sendiri. Seperti pemberian pakan yang tidak tepat sehingga banyak sisa pakan yang terkumpul ditambak (Hanggono, 2006). Hal ini akan menimbulkan pencemaran pada tambak. Begitu pula penggunaan sarana produksi lain seperti penggunaan antibiotik dan pestisida.

Menurut Amri et all. (2005) jenis-jenis penyakit yang diakibatkan oleh mikroorganisme yang terjadi di budidaya udang yaitu :

a. Penyakit TSV (Taura Syndrome Virus), merupakan penyakit viral yang disebabkan oleh virus taura syndrome. Virus ini berdiameter 30 – 32 nm. Gejala serangan virus ini yaitu pada ekor (uroppoda) berwarna kemerahan. Pada serangan kronisnya terdapat bercak hitam pada bagian tubuh dan abdomennya.

b. Penyakit WSSV, disebabkan oleh Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculao Virus (SEMBV) dengan gejala spesifik munculnya bintik putih pada bagian carapace udang yang terserang. Apabila serangan mencapai puncaknya abdomen dan ekor menampakan gejala yang sama.

c. Penyakit IHHNV (Infectious Hypodermal Hematopoetic Virus), penyakit ini mengakibatkan kerugian udang tidak seragam. Tampilan udang yang terkana IHHNV yaitu kutikula abnormal dan ukuran beragam serta rostrum bengkok..

d. Penyakit IMHV (Infectious Myonecrosis Hepato Virus), dengan gejala klinis tubuh udang berwarna putih opaque dan pada ruas terakhir abdomen dekat bagian ekor lipas berwarna kemerahan menyerupai udang rebus. Udang yang terserang virus ini tergangggu syaraf motoriknya dan kurang bernafsu makan.

e. Penyakit NHPB (Necrotizing Hepato Pancreatitis Bacteria), disebabkan oleh bakteri yang menyerang secara intraselluler di hepatopankreas. Bakteri ini hanya menular secara horizontal. Udang yang terserang hepatopangkreasnya menjadi mengecil dan berwarna putih pucat.

f. Penyakit Vibriosis, disebabkan oleh jenis-jenis bakteri vibrio seperti Vibrio parahaemolyticus, Vibrio anguillarum, Vibrio vulcanificus dan Vibrio damsella serta Vibrio panaecida.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SARINGAN MAKRUS SEBAGAI PENGGANTI PESTISIDA DI BUDIDAYA UDANG

BAGAIMANA BELAJAR JENIS-JENIS IKAN KOI

Manfaat Manajemen Waktu